SAHM oh SAHM

Sebut saja ibu rumah tangga (IRT) atau kerennya SAHM deh, singkatan dari Stay At Home Mom.
“Ada apa dengan kamu yang SAHM?”

“Jenuh”

“Masa sih?”

“Ya begitulah, itu yang sedang aku rasakan.”

“Kok aku gak? Aku juga SAHM loh..”

“Ya, tiap orang beda, apa yang dihadapi, motivasi dan orientasinya juga beda. Gak bisa disamakan lah!”

Tahu kah?! pekerjaan rumah tangga itu tidak ada habis-habisnya, banyak pake banget nget nget! 

Jadi SAHM tidak boleh sakit, tidak boleh lelah, jika lelah maka paksa agar tidak terasa lelah dan terakhir, tidak boleh cuti. SAHM harus selalu siap sedia ketika suami dan anak-anak butuh, ya, kurang lebih begitu. Itulah yang aku pahami.

Bagiku pekerjaan yang paling ajegile adalah menyetrika..huaaahh..entahlah..perlu perjuangan berat untuk menyelesaikannya (lebay), bagaimana tidak? Kegiatan menyetrika jadi terasa wah karena diselingi oleh tangisan si kecil minta nenen. Ketika si kecil menangis, maka flow-nya, matikan dulu setrikaannya lalu nenenin si kecil, setelah tenang, lanjut lagi menyetrika. Hal ini berlangsung per 15 menit sampai per setengah jam, begitu seterusnya. 

“Kapan selesainya?”

Entahlah..akhirnya berujung pada kepasrahan. Setrikaan dimatikan, lalu pakaian yang masih banyak itu dilipat saja. Yang penting baju anak-anak dan baju kantor ayah sudah rapi, lalu pergi dengan tatapan hampa pada pakaian-pakaian tersebut. Bye.

Sekian cerita tentang setrikaan.

Apakah sudah berakhir pekerjaannya? 

“Belum”

Pas lihat ke matras di depan televisi, sudah terpampang nyata mainan, buku-buku, pinsil warna, pulpen, boneka yang berantakan dan berceceran dimana-mana..rasanya pengen teriak, “huaaaaaa..”

Kadang aku berpikir, apa hanya aku yang heboh dengan rumah ini ya? Bagaimana dengan ibu-ibu lainnya? Apa aku yang terlalu berlebihan? 

Memang, dari kecil aku terbiasa rapi, tepatnya diajarkan rapi, dikondisikan rapi. Sangat lekat dalam ingatan, ketika nenekku mengajarkan aku beberes rumah, 

“Nak, kalau selesai merapikan rumah itu nak, berdirilah di berbagai sudut ruangan, mana yang menurut penilaianmu belum rapi, coba lihat kursi ruang tamu itu dari sudut sini, bantalnya miring kan? Ayo rapikan nak” begitulah nenekku. Bagi yang tidak biasa, pasti mengatakan, bantal miring aja dipermasalahkan!

Mamaku juga kurang lebih sama, “Nak, kalau menyapu itu, beberes itu, jangan yang kelihatannya saja nak, ibarat kamu mandi, ketek ga dibasuh, basuhnya hanya badan yang kelihatan saja, ayo ulang nyapunya. Bersihkan yang dibawah-bawah meja, kursi, lemari, biar debunya hilang. Lap semuanya sebelum disapu ya!” Masih selalu aku ingat, padahal kejadiannya mungkin sudah puluhan tahun lalu, pas aku duduk di sekolah dasar.

Pernah juga mamaku berkata saat aku ingin belajar masak, “Belajarlah beberes dulu nak, belajar masak itu gampang, tinggal ikuti resep, tapi harus lulus beberes dulu, beberes lebih sulit daripada memasak nak” 

Ya, begitulah segelintir pelajaran yang diberikan nenek dan ibuku, tapi entah mengapa, hal inilah yang tidak dapat aku lupa. Hanya sedikit momen, tapi itulah yang melekat! Mungkin karena lebih banyak tingkah laku yang mereka contohkan, jadi secara tidak langsung itulah yang membentukku seperti ini.

“Mata bunda bersemut melihat yang berantakan nak, yang tidak pada tempatnya, makanya bunda jadi heboh sendiri kalau kamu berserakan nak.” Kalimat berseling kiasan ini juga yang sering aku dapatkan dari ibuku ketika aku masih kecil. 

Nah, kembali lagi ke awal cerita, mengapa oh mengapa aku jenuh dengan statusku sebagai sahm?

Ya, mungkin karena pekerjaan rumah yang menumpuk, belum lagi jika rumah tidak pernah selalu beres. Hufffthhh…

Ada lagi? Ya..

Anak yang cukup menguji kesabaran ibunya, atau mungkin aku yang sedang tidak fit menjalankan peranku. Ya, memang beberapa minggu ini jahitan bekas caesar 2 bulan lalu kerap kali meninggalkan rasa nyeri yang sangat mengganggu.

Hanya perlu rehat sejenak, sendiri keluar rumah dan merasakan suasana baru yang menyejukkan pikiran. Me time.

Tapi kapan? Kapan-kapanlah. Karena memang tidak mungkin ku lakukan, lebih tepatnya tidak tega pada suami yang harus mengasuh 2 anak sekaligus. Kasihan, pasti akan repot.

Mungkin karena terlalu capeknya seharian membuatku lupa untuk tertawa, lupa untuk tersenyum, lupa untuk bersyukur diberi anak-anak yang sehat, cerdas, rezeki yang semoga berkah dan paling penting masih diberi kekuatan dan kepercayaan olehNya untuk mengemban amanah yang kompleks ini. Semoga mulai hari ini tidak lupa untuk melakukan hal-hal sederhana tersebut.

Bukan bermaksud mengeluh, tapi inilah realita, setidaknya yang aku rasakan, mungkin banyak yang mengalaminya, tapi tidak pernah mengungkapkannya..

Ternyata, 

Menjadi ibu, bukan pekerjaan yang mudah.

Ibu harus bahagia, terserah bagaimana cara ibu menyenangkan hati ibu sendiri.


Leave a comment